Berita Pilihan
Dinas Pertanian Laksanakan Vaksinasi Penyakit Ngorok di Ranah Ampek Hulu Tapan

Kamis, 12 Jun 2025, 13:46:29 WIB - 48 | BIDANG KESWAN DAN KESMAVET
Dalam rangka pemberantasan penyakit hewan menular terkhusus Penyakit Ngorok pada kerbau di Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan, Dinas Pertanian melalui Puskeswan Inderapura laksanakan vaksinasi Penyakit Ngorok terhadap ternak kerbau milik masyarakat di wilayah tersebut. Penyakit Ngorok atau dalam bahasa medis disebut Septichaemia Epizootica atau SE, merupakan penyakit infeksi akut ataupun kronis pada sapi dan kerbau yang terjadi secara septikemik, artinya kuman penyebab penyakit sudah masuk aliran darah. Sesuai dengan namanya, pada tahap akhir penyakit akan menunjukkan gejala ngorok (mendengkur), selain adanya pembengkakan atau busung pada tubuh bagian rahang (mandibula), leher sampai bawah dada.
Penyakit SE menyebabkan kerugian besar bagi peternak, karena dapat menyebabkan kematian, penurunan berat badan. Penyakit SE mengakibatkan peternak sering terpaksa harus menjual ternaknya di bawah harga untuk dipotong termasuk di antaranya yang masih berguna bagi peternakan untuk menghindari kerugian akibat kematian ternak. Penyebab Penyakit Ngorok adalah kuman bakteri Pasteurela multocida, berbentuk kokus (bulat), bersifat Gram Negatif, tidak membentuk spora, non motil tetapi memiliki kapsul (selubung) yang lama kelamaan dapat hilang karena penyimpanan.
Langkah vaksinasi penyakit Ngorok di Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan dilakukan atas adanya temuan kasus klinis SE di kampung Kajai nagari Kampung Tengah dan Kampung Sungai Gambir Nagari Limau Purut Kecamatan Ranah Ampak Hulu Tapan yang mengenai masing-masing 5 (lima) ekor ternak kerbau masyarakat. Untuk tidak lanjut terhadap kejadian kasus ini, sesuai dengan prosedur operasional standar, maka dilakukanlah pengendalian penyakit dengan cara vaksinasi bagi ternak yang masih sehat. Beternak kerbau bagi masyarakat kecamatan Ranah Ampek Hulu dan Basa Ampek Balai Tapan sudah menjadi usaha beternak turun-temurun untuk menambah penghasilan keluarga. Jika ternak mereka mati akibat penyakit menular sudah seyogyanya pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pertanian turut memberikan kontribusi dalam rangka penanganan agar penyebaran penyakit tidak semakin meluas.
Penyakit SE memiliki 3 (tiga) bentuk sifat, yaitu bentuk busung, bentuk pektoral dan bentuk intestinal atau pencernaan. Bentuk busung pada bagian kepala, tenggorokan, bawah leher, gelambir dan terkadang kaki depan. Tingkat kematian bentuk busung SE sangat tinggi mencapai 90%, biasanya berlangsung cepat (rata-rata 3 hari). Sebelum mati, terutama pada kerbau terjadi gangguan pernafasan ditandai sesak nafas dan suara ngorok merintih dan gigi gemeretak. Bentuk pektoral ditandai dengan radang tenggorokan dan paru (bronkopneumonia) yang dimulai dengan batuk kering dan nyeri dengan proses berlangsung selama 1-3 minggu, penyakit dengan bentuk ini berlangsung kronis dan hewan menjadi kurus. Bentuk intestinal merupakan gabungan dari bentuk busung dan bentuk pektoral.
Cara penularan penyakit Ngorok terjadi melalui kontak langsung antara hewan sehat dengan hewan sakit, atau kontak tidak langsung melalui media pembawa seperti makanan, minuman dan alat yang tercemar. Sekresi tubuh dari hewan sakit seperti ludah, kemih dan kotoran juga mengandung kuman. Stress menjadi faktor pendukung penyakit SE, kerbau yang telah banyak dipekerjakan, pemberian pakan berkualitas rendah, kedinginan, kurang darah, berdesakan dalam kandang dan kelelahan saat pengangkutan menjadi pemicu terjadinya penyakit SE.
Dalam rangka peneguhan diagnosa penyakit SE, perlu dilakukan pengujian laboratorium yang dapat berupa sediaan ulas darah jantung yang difiksasi dengan metanol, pipet Pasteur yang berisi cairan busung diambil secara aseptik, spesimen organ seperti jantung, limpa, ginjal, kelenjar getah bening dan sum-sum tulang dimasukkan ke dalam larutan gliserin garam faal 50%. Spesimen sum-sum tulang dianggap paling baik, karena jaringan ini yang mengalami proses mati paling akhir, dan kuman bakteri masih mengalami perkembangbiakan beberapa jam setelah mati.
Pengendalian penyakit SE dilakukan dengan pengobatan ternak sakit, pencegahan, pelaporan dan pemberantasan. Pengobatan dilakukan dengan menggunakan antipiretik, antibiotik, suportif. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi untuk daerah yang belum ditemukan kasus SE dan aturan yang ketat terhadap pemasukan hewan ke darah bebas. Untuk daerah tertular, hewan sehat diberikan vaksin dengan oil adjuvant, paling tidak setahun sekali. Vaksinasi dilakukan pada saat tidak ada kejadian penyakit. Pengendalian hanya bisa dilakukan dengan pemberian vaksinasi. Hewan penderita SE dapat dipotong di bawah pengawasan dokter hewan dan dagingnya dapat dikonsumsi. Jaringan atau organ yang ada jejasnya terutama paru harus dibuang dan dimusnahkan.
Atas kejadian penyakit SE baru-baru ini ditemukan kasus klinis tersebut di kecamatan Ranah Ampek Hulu, maka Dinas Pertanian melalui Petugas Puskeswan Inderapura melaksanakan vaksinasi SE di nagari-nagari di kecamatan Ranah Ampek Hulu guna merespon keluhan warga. Vaksinasi dilaksanakan pada sebagian besar nagari-nagari di Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan dan Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan yang merupakan sentra-sentra padat populasi ternak kerbau, dan vaksinasi dilakukan terutama untuk lokasi yang masih bebas kasus tapi dekat dengan lokasi kejadian untuk menerapkan tindakan pencegahan. Sebab jika vaksinasi SE dilakukan pada ternak sakit atau pernah kontak dengan ternak sakit, kondisi ini akan mempercepat kematian bagi ternak, karena kuman bakteri penyebab penyakit SE sudah ada dalam tubuh ternak. Terhadap 10 (sepuluh) ekor ternak kerbau di 2 nagari yang tertular di Kecamatan Ranah Ampek HuluTapan sudah dilakukan tindakan pengobatan oleh petugas paramedik veteriner Puskeswan Inderapura untuk wilayah Tapan, sdr. Agus Taufik, A.Md. Sementara untuk vaksinasi SE di Kampung Sungai Gambir belum dilaksanakan vaksinasi, karena stok vaksin yang sudah habis, diprioritaskan bagi nagari-nagari terancam SE.
Petugas Puskeswan yang terdiri dari medik veteriner dan paramedik veteriner juga melakukan komunikasi dan edukasi kepada pemilik ternak agar memberikan pelaporan jika ditemukan ada ternak kerbau yang sakit, dan melakukan isolasi agar tidak menulari ternak kerbau yang lain, karena kerbau suka hidup di rawa-rawa, sungai, dan lumpur dapat menjadi media yang cepat penularan. Terkait dengan lalu lintas ternak, Dinas Pertanian menghimbau kepada pedagang ternak untuk memeriksakan ternak kerbaunya kepada dokter hewan setempat sebelum diberangkatkan ke tempat tujuan, sebab pengendalian lalu lintas yang lemah dapat mempercepat penyebaran penyakit, hanya ternak yang sehat secara klinis dan historis yang boleh diberangkatkan ke daerah bebas penyakit Ngorok, dibuktikan dengan adanya dokumen Surat Keterangan Kesehatan Hewan atau SKKH.(Ndz)
STATISTIK PENGUJUNG
1 Pengunjung Hari ini | 1 Pengunjung Kemarin | 39,606 Semua Pengunjung | 72,138 Total Kunjungan | 216.73.216.121, IP Address Anda